Senin, 15 Juni 2009

Film lama, masih enak ditonton: We Are Marshall


Kesederhanaan yang Menyedot Emosi

Tragedi di kota kecil yang damai. Harapan dan semangat nyaris mati. Sebuah film yang memberi inspirasi: tentang kehidupan sosial yang kental, tradisi olah raga yang kuat, kepedihan dan keputusasaan, hingga akhirnya semangat bisa bangkit dan hidup kembali.


Alur ceritanya sederhana. Tetapi di setiap menitnya mengungkapkan emosi yang dalam. We Are Marshall. Diangkat dari kisah sedih yang benar benar terjadi. Sebuah kejadian kelabu di kota Huntington, Virgina Barat , sebuah kota kecil yang kaya akan tradisi football universitas. Untuk tim dan komunitas ini, football bukan saja merupakan olah raga, tapi lebih kepada jalan hidup. Pemain, pelatih, fans dan keluarga menjadi bagian dari tim, mereka selalu datang untuk memberi semangat pada tim Universitas Thundering Herd.

Kisah dimulai dari sebuah kota kecil, di pinggir sungai ada pabrik baja, dan di dekat pabrik baja berdiri sekolah "Marshall University". Di dalam area sekolah tersebut ada air mancur. Air mancur ini setiap tanggal 14 November pada jam tertentu dimatikan sementara, untuk mengenang meninggalnya 75 tim Football universitas.


Cerita aslinya, pada suatu ketika (1970), saat kembali ke Huntington setelah menyelesaikan pertandingan di Carolina Utara, 75 anggota tim football, coach, donatur, staff , dan lain-lain, meninggal akibat pesawat yang ditumpanginya mengalami kecelakaan. Kota kecil yang damai itu pun menangis. Semua yang meninggal itu adalah anak, kekasih, bapak, sahabat dan orang-orang tercinta dari mereka yang tinggal di kota Huntington.

Sepi dan pedih menghiasi hari-hari kota football tersebut. Beberapa teman anggota tim yang tersisa mencoba menghidupkan kembali tradisi football untuk mengenang dan menghormati teman-temannya. Tentu saja terjadi pertentangan, hingga ketika tercapai kesepakatan pun, sulit menemukan pelatih yang bersedia melatih tim yang anggotanya pun masih belum jelas.

Akhirnya datang Jack Lengyel (Matthew McConaughey), pelatih muda yang ikut merasakan kepedihan tim dari Universitas Marshall. Jack membangun harapan dan kekuatan dari anggota yang tersisa, ditambah anggota-anggota baru yang dicari dengan waktu cepat, dari berbagai kalangan, dengan ketajaman inderanya dalam mencari bakat. Melewati beberapa konflik di dalamnya, semangat yang sempat turun naik, akhirnya tradisi football pun hidup kembali. Kota yang nyaris mati itu juga hidup kembali.

Sebuah drama kehidupan yang mengharukan. Tragedi sebuah kota dan penghuninya yang menyakitkan kemudian bangkit kembali dalam semangat dan kehidupan baru, dikemas dalam garapan yang sangat indah dan menyentuh. Kesederhanaan, kedamaian, berbagai emosi kesedihan, semangat dan kegembiraan, tersampaikan dalam film garapan sutradara Mc G ini, dengan sangat dalam. Meski tema ceritanya olah raga, tetapi adegan olah raga tak menjadi dominan, meski spirit yang muncul dari lapangan tetap tampak sebagai spirit hidup bagi seluruh kota dan penghuninya. Akting Mattew yang menawan, mewakili sosok Jack dengan sangat pas.

Sebuah film yang memberi inspirasi. Dari kehidupan sosialnya, tradisi olahraga yang kuat, dan spirit untuk bangkit dari tragedi yang menyakitkan. Tragedi memang berat untuk dilalui. Tetapi bukan berarti harapan menjadi mati. Justru jiwa dan semangat dari orang-orang yang pergi, harus dinyalakan dan dihidupkan kembali. (NI/Cikeas VI-08))


4 komentar: