Senin, 16 April 2012

Dahlan Iskan Meneg BUMN RI

“CSR HARUS MENJANGKAU YANG TERMISKIN”

Siang hari di pertengahan Desember yang cerah, saat break makan siang. Dari ruang Rapat Koordinasi BUMN di Gedung Pertamina Pusat, Jakarta, Dahlan Iskan muncul de-ngan senyum cerahnya. Jaket gaya militer dengan tulisan ‘Dahlan’ di dada sebelah kanan dan ‘marinir’ di sebelah kiri, melapisi kemeja putih ‘resmi’nya. Sepatu kets favoritnya membungkus sepasang kakinya yang selalu melangkah penuh energi dan menebarkan gelora semangat. Kasual dan tidak formal. Gaya khas Dahlan Iskan, bukan gaya khas seorang Menteri.

Siang itu, Philanthropy sengaja mencegat Sang ‘Jenderal’ BUMN, setelah sebelumnya melayangkan surat untuk wawancara khusus, tapi Sang ‘Jenderal’ belum bisa menyisih-kan waktunya. Tentu bukan karena mantan wartawan ini jadi sok sibuk dan jual mahal dengan media. Siapa pun tahu, Dahlan Iskan salah satu pejabat yang paling dicari di ne-geri ini, dan tentu saja salah satu yang mengejar ngejarnya adalah insan media. Juga, tentu bukan karena Dahlan mantan insan media sehingga ia sering dikerubuti mantan rekan seprofesi, tetapi karena sejak tercebur ke pemerintahan (mulai dari Dirut PT PLN dan kemudian Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara/ BUMN), Dahlan memiliki gebrakan gebrakan yang nyata, dan gaya memimpin yang ‘berbeda’ dari birokrat kebanyakan.

Senyum cerah dan sambutan hangat Menteri baru yang kharismatik itu, menjawab keraguan apakah dia akan membiarkan dirinya nyaman untuk dicegat wartawan. Sambil me-ngambil makan siang yang ringan, Dahlan menjawab todongan todongan pertanyaan Philanthropy, bahkan hingga ketika sudah mulai menikmati suap demi suap gulai ayamnya. Tentu dia sedang lelah dan lapar, tapi tentu dia juga sangat memahami ‘gairah’ wartawan yang tak mau kehilangan moment bertemu nara sumber berharga. Dengan santai, sesekali bercanda, dan senyum yang terus mengembang, Dahlan menguraikan berbagai program ‘pro rakyat’ nya, termasuk pemikirannya tentang Corporate Social Responsibility.

Bisa dijelaskan tentang rencana program BUMN pa-ngan raksasa Pak?

Ya, kita akan meraksasakan BUMN pangan, berpuluh puluh kali lebih besar dari yang ada.Ini tidak main-main. Kenapa? Karena Indonesia tidak boleh krisis pangan. Sementara kita ini impor beras. Masa Indonesia impor beras? Padahal kalau betul betul terjadi krisis beras, dampaknya akan luas sekali, bisa terjadi krisis politik.

Kenapa program ini tidak dijalankan oleh Kemen-terian Pertanian saja?

Sejak jaman otonomi daerah, Kementerian Pertanian tidak punya tangan sampai ke sawah karena terputus oleh otonomi daerah, sehingga sekarang yang bisa mengontrol produksi beras itu para bupati.

Masalahnya, apakah para bupati kita punya passion untuk terjun ke sawah? Mengelola padi beda dengan mengelola pabrik, sekali distel, mesin akan produksi terus.

Padi ini betul betul harus ‘dikeloni’ seperti baby, mulai dari asam tanahnya, pupuknya, penyediaan bibitnya, airnya, hamanya, dan lain lain. Semuanya betul betul harus on time, tidak boleh miss. Memerlukan orang orang yang hidup ma-tinya untuk itu..

Dan sejak jaman otonomi daerah tidak ada yang memperhatikan sawah secara habis habisan.

Jadi, BUMN yang akan turun ke sawah?

Karena nggak mungkin memaksa Bupati turun ke sawah, BUMN yang ambil risiko ini dengan cara membentuk perusahaan padi atau beras sebesar besarnya, mungkin lima atau sepuluh kali lebih besar dari Bulog,

Bagaimana bentuk perusahaannya?

Bisa merger, atau perusahaan yang ada dipompa, bisa juga baru sama sekali.

Kapan mulai dijalankan dan apa targetnya?

Mulai tahun 2011. Tahun 2012 mencetak sawah 100 hektar atau kira kira 1 juta ton beras, tahun berikutnya meningkat, dan pada tahun 2014 harus mencapai 1 juta hektar. Pertanian kan ada musim tanam dan seba-gainya, jadi nggak bisa hari ini mau, besok harus sudah jalan. Nggak bisa begitu.

Dimana akan dicetak sawah sawah itu?

Di Republik Indonesia. Hahaha... (Dahlan tertawa).

Dimana saja yang memungkinkan, tapi nggak mungkin di Jawa.

Bagaimana sistemnya?

Kita sudah rapat khusus dengan PT Sahyang Sri, Pertani dan Pusri, mereka membentuk panitia kerja untuk menyusun konsep, de-ngan melibatkan Perguruan Tinggi IPB, UGM, dan lembaga riset untuk menyusun roadmap, kalau tahun depan 100 ribu hektar, tahun berikutnya harus berapa, dan seterusnya. Karena kan jangan sampai tiba tiba menggelembung nanti pecah, tapi juga harus agak ambisius. Panitia kerja ini kita beri waktu satu bulan,

Apa Presiden menyetujui program ini?

Saya sudah laporkan ke Presiden, dukungannya sangat besar. Sudah sepantasnya Indonesia sebagai Negara agraris memiliki BUMN pangan yang sangat besar, jangan hanya bank bank yang besar,perusahaan kelapa sawit yang besar, tapi pertanian juga harus besar.

Kalau kita nggak punyak minyak goreng, kita bisa impor, malah kualitas lebih baik. Tapi kalau nggak punya beras, kita nggak bisa makan.

Bagaimana dengan rencana membentuk BUMN Properti, Pak?

Ya. Di seluruh Negara, perusahaan di Negara tersebut dari rangking 1 sampai 10, pasti ada satu atau dua perusahaan propertinya. Sementara kita punya banyak sekali lahan banyak yang kurang prosduktif, tapi kita tak punya perusahaan properti. Kalau asset, saya kira 500 trilyun ada.

BUMN properti ini berguna untuk memfungsikan aset-aset badan usaha tersebut yang belum termanfaatkan dengan baik. Selain itu karena banyak aset BUMN yang tidak produktif, tidak sesuai dengan bisnis inti perusahaan sehingga seringkali justru membebani korporasi.

Perumnas sesuai dengan basis usahanya layak didorong agar menjadi perusahaan yang tidak saja sebagai penyedia rumah untuk rakyat, tapi juga mengelola properti BUMN.

Memang, untuk merealisasikan rencana tersebut badan hukum Perum Perumnas harus diubah terlebih dahulu menjadi Perseroan Terbatas (PT).Upaya pengalihan badan hukum Perumnas menjadi PT diupayakan selesai pada 2012. Sudah saatnya perusahaan ini mengubah paradigma bisnisnya agar bisa menjadi perusahaan yang lebih sehat sehingga mampu meningkatkan layanan kepada publik.

Kenapa PT KAI juga diarahkan mengelola properti?

KAI memiliki aset yang luar biasa banyaknya yang jika dikelola dengan benar akan menghasilkan pendapatan yang sangat besar pula. KAI sudah seharusnya tidak lagi me-ngandalkan pendapatan dari hasil penjualan karcis. Di setiap negara yang sudah maju perusahaan jasa kereta api pendapatannya justru dari properti..

Dengan memperoleh pendapatan yang lebih besar itu KAI kemudian mampu meningkatkan mutu sarana dan prasarana bagi penumpangnya. Jangan sampai KA hanya karena tidak punya uang sehingga tidak pernah bisa melayani penumpang dengan baik. KA tidak mungkin dikembangkan hanya dari penjualan karcis.

Mengenai tanggungjawab sosial, Dahlan juga memiliki pemikiran pemikiran khusus tentang program Corporate Social Responsibility (CSR). Menurut Dahlan, yang memiliki kepedulian tinggi terhadap rakyat bawah ini, CSR harus menjangkau ke daerah yang termiskin dari yang miskin.

Menurut Bapak, bagaimana pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) di BUMN saat ini?

(Sambil tertawa) Yang jelas pasti semua menjalankan. Nggak ada yang berani nggak menjalankan.

Apakah sudah berjalan dengan baik, dan tepat sasaran?

Begini… kenapa nggak lebih focus ke daerah yang termiskin? Tidak layak sebenarnya kalau dana CSR jatuh ke daerah yang tidak terlalu membutuhkan. Ada yang lebih miskin, yang lebih layak.

Memang, ada kendalanya, banyak perusahaan yang lokasinya tidak di daerah termiskin, sementara perusahaan itu dituntut oleh masyarakat sekitarnya untuk melakukan CSR di situ.

Lebih diutamakan yang mana Pak, lokasi sekitar perusahaan atau yang jelas jelas membutuhkan?

Sebaiknya focus ke daerah yang termiskin.

Bagaimana dengan tuntutan masyarakat untuk melakukan di sekitar lokasi usaha?

Tinggal bagaimana ini memadukannya. Ya…. separuh separuhlah. Saya mentoleransi kalau CSR dijalankan di sekitar lokasi usaha, tapi jangan 100 persen, karena ada daerah yang jauh lebih membutuhkan.


Apakah dana CSR BUMN sebesar 2-3% dari laba perlu di-tambah, melihat kondisi social ekonomi di Indonesia saat ini yang memprihatinkan?

Maunya ya 100 persen laba untuk amal. Hahaha…. Tapi ini kan ini perusahaan, ada kaidahnya sendiri, aturan sendiri.

(lalu, dengan serius Dahlan melengkapi pernyataannya) Sebenarnya, kalau kita menyadari harta bukan milik kita tapi milik Tuhan, sedekah akan lebih gampang, kita akan sedekah sebanyak banyaknya.

Bagaimana kalau program CSR dijadikan indeks untuk menaikkan rating perusahaan di pasar modal?

Bisa juga, tapi yang ratingnya terbaik belum tentu IPO. Belum tentu semua BUMN bisa IPO sekarang, sehingga kita dorong dulu untuk obligasi, setelah obligasi, IPO kan sudah lebih dekat. Tapi kalau mau IPO dulu ya silakan, nanti kalau sudah IPO, cari obligasi lebih gampang.

Kemudian, Dahlan pun menuturkan rencananya mendorong BUMN untuk obligasi. Kementerian BUMN mengimbau agar BUMN, terutama yang belum go public untuk masuk ke obligasi, sehingga mereka bisa mengurangi intervensi dan meningkatkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) karena dituntut lebih transparan.

Apa saja alasan BUMN harus segera masuk ke obligasi?

Pertama tata kelola BUMN lebih baik. Dengan obligasi, mau tidak mau harus lebih baik, sangat terbuka, harus bertanggungjawab ke publik, sehingga tata kelola management lebih baik. Kedua, untuk menghindari intervensi stake holder, misalnya minta proyek, dan semacamnya.

Ketiga untuk menumbuhkan persepsi publik, kalau sudah obligasi berarti transparansi, profesionalisme tidak diragukan lagi. Sekarang ini pulik masih meragukan terus, bahkan UMN sudah professional pun masih diragukan. Persepsi publik memang seperti itu, sehingga nanti kalau BUMN banyak yang mengeluarkan obligasi, lama lama persepsi akan berubah.

Banyak yang masih menunggu ke-sempatan berbicara langsung dengan Pak Menteri, di siang bertebar harapan itu. Ada wartawan dan fotografer yang masih terus mengejarnya, ada kolega yang mau menyampaikan rencana rencana khusus, ada yang ingin sekadar menyapa dan setor muka, ada juga yang mau intervensi, barangkali….

Akhirnya, sebelum mengakhiri wawancara, Dahlan sempat bercerita tentang kebiasaannya naik tangga darurat. Dengan tawa semangatnya dia menyampaikan, sudah beberapa kali menaiki gedung gedung BUMN sampai puncaknya, melalui tangganya. “Kalau hujan kan aku nggak bisa olah raga, olahraganya menaiki gedung melalui tangga. Nanti kalau hujan lagi, aku pingin ke gedung tinggi lain seperti BRI dan lainnya, naik tangga daruratnya,” ujar Dahlan dengan antusias.

Kebiasaan yang langka untuk seorang Menteri. Pikiran pun jadi membayangkan pada saat Dahlan muda menjadi wartawan… Nara sumber mana yang bisa menghindar dan mengalahkan kejaran langkah langkah kaki lelaki yang selalu bersepatu kets ini?







Tidak ada komentar:

Posting Komentar