Rabu, 10 Februari 2010

Soeroso Soemopawiro, Ketua Dewan Penasihat DPP Hiswana Migas : ”Pengurus Harus Siap Bekerja untuk Kepentingan Orang Banyak”


Salah satu nama yang tak bisa dilepaskan dari sejarah Hiswana Migas adalah Soeroso Soemopawiro. Sejak berdirinya organisasi yang menghimpun para pengusaha swasta Minyak dan Gas Bumi (migas) di tanah air ini, Soeroso sudah menjadi Ketua merangkap Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) III wilayah Jakarta dan Jawa Barat (1979). Dua tahun kemudian, Soeroso menjabat Sekjen Dewan Pimpinan Pusat (DPP), dan tak lama kemudian dipercaya sebagai Ketua Umum DPP (1997-2001).


Dipilihnya Soeroso menjadi pengurus organisasi yang kini terus berkembang ini, memang berdasarkan alasan yang tepat. Kariernya yang melesat cepat, menjadikannya dekat dengan berbagai kalangan, termasuk Pertamina. Sesudah setahun bekerja di PT. Pembangunan Jaya, Soeroso langsung menjadi Wakil Direktur di Jaya Trade Indonesia (Jaya Group). Di Jaya Trade ini, Soeroso mengembangkan bisnis dari penopang kebutuhan kontraktor Jaya Group, meluas ke agen aspal, dan dianggap berhasil oleh Pertamina. Setelah lebih dari 10 tahun menjabat sebagai Presiden Direktur Jaya Trade, Soeroso sudah mulai merintis usaha sendiri, dan kemudian pada tahun 1992 dia memilih melepas karirnya di Jaya Trade untuk menekuni bisnis yang dirintisnya.


Dan hingga kini, dengan bisnis utama tetap di bidang migas, Soeroso terbukti berhasil mengembangkan sayap dan menikmati bisnisnya. ”Bisnis migas Hilir memiliki kontinyuitas, modal tidak terlalu besar dan risikonya pun juga tidak terlalu besar, asal dikelola dengan baik,” ujar bapak lima anak ini.


Saat memimpin Hiswana Migas, banyak hal telah dicapainya dalam memperjuangkan kepentingan anggota. Di antaranya memperjuangkan kenaikan margin SPBU. Pada waktu itu margin SPBU hanya 2,5 %. Kemudian Soeroso dan tim berjuang mati-matian hingga menghadap Menteri Keuangan. Setelah satu tahun akhirnya perjuangan itu berhasil. Margin naik menjadi 4% untuk solar, dan 5 % untuk premium. Soeroso dan tim juga berhasil memperjuangkan PPh Pasal 22 menjadi PPh final, sehingga semua transaksi pembelian minyak tanah, solar dan premium dari Pertamina, harga jual barang semua sudah termasuk PPh pasal 22. ”Di akhir tahun tidak ada masalah dengan pajak karena sudah final,” jelasnya.


Situasi Semakin Kompleks


Soeroso melihat ada banyak perubahan pada era dia menahkodai Hiswana Migas dengan era masa kini. Saat itu, Pertamina masih mengikuti Undang Undang no.8 tahun 1971 tentang Pertamina. Pertamina sebagai regulator, pemain, sekaligus pengawas, mewakili pemerintah yang memiliki kekuasaan luar biasa. Sekarang, Pertamina mengikuti undang-undang 22 tahun 2001, dimana regulasi dan pengawasan di tangan Pemerintah. Status Pertamina berubah menjadi Badan Usaha di bidang migas, seperti badan usaha – badan usaha lain yang disetujui oleh Pemerintah. ”Suasana memimpin dulu tidak sesulit sekarang, karena sekarang Pertamina sebagai Badan Usaha, visi dan misinya sudah berubah. Pengurus Hiswana Migas harus lebih lincah dan profesional, mengikuti visi Pertamina menjadi the world class oil company. Pengurus harus bisa mengikuti dan menyampaikan langkah-langkah strategis dan perubahan-perubahan yang dilakukan Pertamina kepada anggota,” tutur alumni Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada ini.


Situasi dan kondisi bisnis pun otomatis berubah. Soeroso mencontohkan, kalau dulu menjual minyak tanah dengan duduk saja sudah didatangi konsumen karena monopoli perdagangan, sekarang agen LPG yang tidak pro aktif, bisa ketinggalan.


Makin ke sini situasi semakin kompleks, apalagi sejak program konversi minyak tanah ke LPG dicanangkan (2007). Wawasan Pengurus harus lebih luas, langkahnya pun harus lebih lincah dan profesional, karena tugas yang dipikul semakin berat. ”Tugas Pengurus sangat berat, di satu pihak memperjuangkan anggota, di sisi lain mengikuti Pertamina yang sekarang sudah tidak monopoli lagi,” jelasnya.


Mengenai Konversi, Soeroso menilai program ini berhasil dilihat dari total target. Sejak 2007-2009 secara kumulatif penghematan gross subsidi mencapai + Rp 22,5 triliun, biaya konversi + Rp 10 triliun, jadi ada penghematan + Rp 12,5 trilyun. Dari waktu yang ditargetkan juga tercapai. Tapi memang harus dilihat juga di lapangan masih banyak masalah-masalah yang harus dibenahi, antara lain terjadinya persaingan harga yang tidak sehat di antara agen-agen LPG 3 kg (ex. Agen Minyak Tanah) dengan agen-agen yang baru diangkat, beredarnya tabung-tabung gelap LPG 3 kg yang harganya lebih rendah daripada harga resmi Pertamina, dan lain-lain. ”Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, kuncinya adalah pengawasan dan sanksi harus benar-benar dijalankan dengan ketat dan tegas,” ujar Soeroso.


Hingga kini, Soeroso tetap mendedikasikan diri terhadap organisasi yang telah dirintisnya. Di sela-sela kepadatan aktivitasnya mengendalikan perusahaan-perusahaannya, Soeroso masih menyisihkan waktu untuk Hiswana Migas. Dipercaya sebagai Ketua Dewan Penasihat, sosoknya masih sering terlihat di antara para generasi penerusnya. Kepada siapa pun Pengurus Hiswana Migas, Soeroso berpesan, agar tidak lupa anggaran dasar anggaran rumah tangga. Ini penting, terutama melihat pasal 8 Anggaran Dasar, tentang tujuan didirikannya Hiswana Migas, yaitu 1). Membantu melaksanakan program pemerintah, khususnya dalam bidang penyaluran hasil olahan minyak dan gas bumi. 2) mewujudklan kerjasama sesama anggota, maupun Pertamina. 3) Menciptakan, dan mengembangkan usaha yang dinamis dan profesional. 4)Membina dan memberikan bimbingan bagi pengembangan kemampuan dan kegiatan usaha anggotanya. Dan yang paling penting nomor empat. ”Siapa pun yang jadi pengurus kalau bisa menjalankan nomor empat, akan dihormati dan disayang anggotanya. Di situasi yang sangat sulit, pengurus harus siap bekerja untuk kepentingan orang banyak, untuk anggotanya,” lanjutnya.


Kini, di usianya yang sudah mendekati kepala 7, pria kelahiran Blora 1 Juni 1943 ini tampak masih bugar dan aktif. Kebahagiaan hidup terpancar di wajahnya. Selain keluarga, salah satu hal yang membuat hidupnya terasa seimbang, adalah kecintaannya terhadap tanaman hias, terutama tanaman hias langka. Kalau kita mengunjungi rumahnya di bilangan Pondok Indah, kita akan melihat berbagai tanaman langka berkualitas. Soeroso juga hafal berbagai jenis tanaman tersebut dan cara merawatnya. Karena hobinya ini, dia dipercaya sebagai Vice President 9th ASPAC (Asia Pacific) Bonsai dan Suiseki Convention and Exhibition, Pelindung HPPA (Himpunan Petani dan Penggemar Adenium) DKI Jaya dan Penasihat PPBI (Persatuan Penggemar Bonsai Indonesia) DKI. Nursery-nya di belakang SPBU Sentul yang bernama Oasis, kini juga bisa dinikmati keindahannya serta menjadi sumber mata pencaharian bagi 11 karyawan. Tak mengherankan, kalau tanaman-tanaman yang dirawatnya dengan penuh kecintaan ini, juga telah menjadi “oasis” yang menyejukkan bagi keseharian Soeroso. (NI/Hiswana Migas News IX/2010)











5 komentar:

  1. SEMOGA SEGALA AKTIFITASNYA MENJADIKAN BAROKAH BAGI KELUARGA DAN NEGARA........AMIEN

    BalasHapus
  2. Assalamu'alaikum, Om.. tetep sehat, tetep semangat ya. Salam dari isteri saya ANI.. Wassalamu'alaikum.

    BalasHapus
  3. assalamuallaikum wr wb pak semoga tetap lancar, barokah dan tetap daam hidayah allah dan usahanya tetap berjalan lancar, amiin.

    www.haysmartsolusindo.com

    Hariyono yang dulu kerja di PT. aditec Cakrawiyasa diajak Bpk. Sutoto Sosrodimulyo, saya iki tanggane panjenegan di CEPU sekarang di Jakarta ngurusin POndok Minhajurosyidiin Pondok Gede Lubang Buaya, alhamdulillah jaza kallahukhoiro. Terima Kasih Wassallamuallaikum wr wb

    BalasHapus
  4. Semoga segala aktivitasnya diberi lancar dan barokah Aamiin

    BalasHapus