Ketika muncul iklan “1 putaran” yang menyampaikan pesan sebaiknya Pemilu berlangsung dalam satu putaran saja, langsung terjadi kehebohan. Biasa…pasti dilihat dari sisi negatifnya dulu. Tokoh-tokoh politik (pastinya dari lawan-lawan politik SBY-Boediono) berlomba mengecam iklan yang dilansir oleh lembaga surveinya Denny JA tersebut. Iklan tersebut dianggap membangun opini publik untuk menyontreng ke satu pasangan capres cawapres (SBY-Boediono), bahkan dinilai menyesatkan. Media televisi tak henti-henti membahas soal ini, dengan menampilkan diskusi-diskusi dan wawancara tokoh maupun pengamat politik.
Ada beberapa hal yang saya catat di sini:
1.Tentang hasil survei (yang dihasilkan olh berbagai lembaga riset, tidak hanya milik Denny JA) yang dianggap tidak valid dan digunakan hanya untuk mempengaruhi opini publik. Menurut saya, bukankah setiap lembaga riset mempertaruhkan kredibilitasnya dengan hasil-hasil risetnya? Lembaga riset adalah sebuah lembaga ilmiah, sehingga pastinya akan mempertanggungjawabkan hasil risetnya secara ilmiah. Untuk itu, setidaknya mereka (dibayar atau tidak) akan menggunakan metodologi yang tepat. Kalau metodologi yang digunakan tidak benar, taruhannya adalah kredibilitas.
Lagi pula, bukankah survei politik ini banyak dilakukan dimana-mana menjelang Pemilu? Di Amerika misalnya, menjelang Pemilu selalu dipublikasikan “rating” atau tingkat popularitas calon.
Lalu soal validitas dan margin error dari masing-masing survei juga sudah jelas. Buktinya, yang belum lama kejadian adalah di Pemilu legislatif. Semua hasil Quick Qount terbukti benar kok.
2. Mengenai Iklan ”1 Putaran”, saya termasuk yang menilai ajakan tersebut rasional. Alasan utama tentu efisiensi. Perekonomian sedang dalam kondisi kurang baik, kenapa harus buang-buang duit (juga waktu dan tenaga) untuk pesta? Banyak agenda tertunda karena harus menyesuaikan dengan pemilu. Rakyat juga bosan dan capai. Tiap hari disuguhi dengan kampanye-kampanye dan debat-debat tim sukses yang sering kali memuakkan. Jalanan macet melulu. Belum lagi saat harus ke TPS. Kantor harus libur. Yang KTP nya di luar kota harus ’mudik’, boros waktu, tenaga dan uang. Dan mengurangi produktivitas.
Lagi pula kan calonnya cuma 3 pasang, kalau memang ada yang bisa mencapai 50% kenapa harus 2 putran? kecuali kalau ada 5 pasangan calon!
Tidak demokratis? Dimana tidak demokratisnya, wong semua bebas memilih kok . (bahwa ada kecurangan di sana-sini, sepanjang sejarah pemilu atau pilkada itu terjadi, namanya juga manusia Indonesia. Tapi tentu saja, ya asal dalam batas tertentu, dan yang melanggar ya harus ditindak).
Kenapa harus protes dan meradang dengan iklan “1 putaran” itu? Namanya juga iklan, tugasnya memang mendorong ‘minat’, mempengaruhi ‘persepsi’, ‘membangun citra’, dan semacamnya. Yang penting alasannya rasional, tidak berlebihan, dan tidak mengada-ada.
Nah, sekarang Pilpres sudah berlangsung. Hasilnya sudah bisa dipridiksi. Pelaksanaan Pemilu berjalan aman dan lancar. Dan saya, termasuk yang legaaaaaaa dengan hasilnya.
Selamat untuk Indonesia. Selamat kepada SBY Boediono! Hidup 1 Putaran!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar